Kisah Bokep Menegangkan Gerimis Bersama Tante Mela Part 3

Uff, sensasinya luar biasa. Saya mulai memaju mundurkan penis dengan irama. Ujung penis saya terlihat saat saya maju.

Kalau klimaks, pasti spermanya sampai ke wajah Tante. Tangan saya ikut memegang payudara untuk menguatkan hujaman penis. Bokep 

Kadang saya menarik-narik puting susu. Saya mencium bibirnya, mengangkat paha di lehernya, kemudian menyerahkan lagi penis saya.

Dihisap dan jilat lagi, seperti tak puas saja. Posisi saya duduk tak enak.

Saya tak bisa duduk karena akan menekan lehernya, tangan sayapun tak bisa memaju mundurkan kepalanya.

Oh, ada sandaran tangan. Empuk lagi. Apalagi kalau bukan payudara. Sambil saya meremas-remasnya, penis seperti diremas-remas juga.

Tante Mela mengeluarkan kemaluan saya sebentar, mengajak posisi 69.

Hm, saya pikir boleh juga. Maka saya berganti posisi lagi. Tubuh saya menghadap Tante Mela, tapi saling berlawanan.

Penis saya di mulutnya, vaginanya di mulut saya. Sampai beberapa saat kami melakukan itu.

Saya tak tahu apakah Tante mendapat orgasme lagi, tapi dia sempat diam mengulum penis saya, pahanya menekan rapat kepala saya, tapi tak ada cairan yang keluar.
Bokep 
“Adit, berhenti dulu deh” serunya.

Padahal saya sedang asyik dengan posisi ini. Tante Mela berdiri menuju ke dapur. Rupanya dia minum air dingin.

Tante Mela datang membawa dua gelas air es dan menyodorkan dua tablet yang saya duga obat kuat. Kami meminumnya satu-satu.

Tante memperhatikan saya lalu melihat film itu.

“Kita bercumbu beneran, yuk,” ajaknya.

“Di bathtub yuk.”

Dia memegang kemaluan saya seperti memegang tangan saya, untuk mengajak dengan menggandeng penis itu. Kami ke kamar mandinya.

Bathtub-nya cukup besar, Kami mulai lagi.

Di bawah shower itu berpelukan sambil meraba dan menyabuni. Nikmat sekali menyabuni payudaranya, senikmat disabuni penis saya.

Tak ada yang terlewatkan, termasuk vagina dan anus. Ketika air mulai penuh, kami berendam. Airnya tak diberi busa. Nyaman sekali.

Lalu kami mulai saling merangsang, meninggikan tensi kembali. Tante Mela mengocok penis saya dalam air, sementara saya meraba-raba vaginanya.

Tak berapa lama dia duduk di pinggiran bathtub. Kelihatannya dia ingin vaginanya dijilat. Saya merangkak menjilatinya. Cairannya mulai keluar lagi.

“Pakai tangan juga dong,” pintanya lanjut.

Saya menuruti saja. Saya kocok dengan telunjuk kanan saya. Saya coba telunjuk dan jari tengah, semakin asyik. Tangan kiri saya mengusap klitorisnya.

Tante memejamkan matanya menahan nikmat. Sebelum berlanjut lebih jauh, Tante menghentikan. Dia membalik badannya menjadi menungging dan membuka pantatnya.

Ternyata dari tadi saya belum mengeksplorasi daerah anus. Saya pun mencobanya. Saya jilat anusnya, reaksi Tante mendukung. Saya jilat-jilat lagi, dari anus hingga vagina. Lalu saya coba masukkan dua jari saya lagi ke vaginanya dan mengocoknya.

Lidah saya menjilat-jilat lagi. Daerah pantat yang menggembung berdaging kenyal seperti payudara. Saya pun suka. Tante Mela menunjukkan reaksi seperti akan orgasme lagi. Desahannya mulai keras.

“Adit, Tante mau keluar lagi nih. Cepat! Pakai kontolmu. Ayo masukin kontolmu. Cumbu Tante, Adit” jeritnya tertahan putus-putus.

Astaga, dirty talk sekali.

Membuat saya makin terangsang.

Saya siapkan penis saya, walau agak bingung karena tak ada pengalaman.

Tante Mela mengocok vaginanya sendiri sambil menunggu saya memasukkan penis. Penis sudah saya arahkan ke vagina.

“Tante, nggak bisa masuk nih” tanya saya bingung.

“Tekan saja yang kuat. Tapi pelan-pelan”

Saya ikuti sarannya, tetap saja susah. Dasar pemula. Jadinya penis saya hanya merangsang mulut vagina saja, mengggosok klitoris, tapi itu malah membuat Tante makin terangsang.

“Ayo masukkan, Tante sudah hampir keluar”

Dengan tenaga penuh saya coba lagi. Dan, berhasil. Kepala penis saya bisa masuk walau sempit sekali.

Tante Mela bergoyang untuk merasakan gesekan karena klimaksnya semakin dekat. Ketika saya coba masukkan lebih dalam lanjut pantat Tante bergoyang hebat.

Otot vaginanya seperti meremas-remas. Penis saya yang walau baru kepalanya saja menikmati remasan vagina ini. Dan Tantevpun orgasme.

Setelah itu dia jatuh dan berbaring dalam bathtub. Saya sudah melepaskan penis saya.

“Tante, maafin saya ya” kata saya agak menyesal.

Saya belum memasukkan seluruh penis saya dalam vaginanya saat dia orgasme.

“Nggak apa-apa. Kepala kontolnya sudah nikmat, kok. Ayo kita coba lagi. Sekarang kontol kamu mau dikulum nggak?” Tak usah bertanya. Ganti saya yang duduk di tepi bathtub.

Tante merangkak dan mengulum penis saya. Ah, pose seperti ini membuat saya nyaman, seakan saya yang punya kuasa.

Di ujung tubuh yang merangkak itu ada pantat. Wah, empuknya seperti payudara. Sayapun menjamah dan meremas-remasnya.

Kadang saya membandingkan dengan satu tangan tetap meremas pantat, tangan yang lain meremas payudara. Kenikmatan ganda. Kelihatannya Tante juga menikmati sekali.

Ombak berdebur kecil di bathtub itu. Saya rasakan penis saya mulai megeluarkan tanda akan klimaks. Tumben cukup lama sekali saya bertahan.

Mungkin karena obat yang diberikan Tante. Saya hentikan gerakan Tante, saya turunkan kepala saya ke wajahnya yang masih mengulum penis saya.

Tante berdiri, saya mengikutinya. Tante membuka vaginanya, saya mengarahkan penis saya.

Saya gosok-gosokkan ke vaginanya. Saya temukan klitosinya. Seperti puting susu, saya masukkan klitoris itu ke dalam lubang penis saya.

Rangsangannya kuat, sampai-sampai Tante mau jatuh lagi seperti ketika klitorisnya saya hisap kuat-kuat. Ok, sekarang saya mulai memasukkan penis saya.

Tante Mela menggenggam penis saya, mengarahkan agar bisa masuk. Saya seperti orang bodoh yang harus diajari untuk melakukan gerakan yang saya pikir semua laki-laki juga bisa.

Ternyata tidak mudah. Dengan susah payah akhirnya kepala penis saya masuk.

Seperti tadi, saya coba goyang maju mundur untuk membuatnya siap melanjutkan misinya. Suasana begitu sepi, mungkin sudah malam.

Tapi hujan masih menetes satu-satu. Sunyi. Saat itu, tiba-tiba ada ketukan di pintu rumah. Tok…tok…tok… Dan kami diam seperti hendak dipotret saja.

“Mela… Mela, ini aku. Bukain pintu dong…” teriak seorang laki-laki.

Kami bagai tersambar geledek, mematung dalam badai. Hujan tadi berlanjut menjadi badai akibat suara itu.

“Mas Jony…” bisik Tante Mela pelan. Penis saya langsung lemas, keluar begitu saja dari vagina yang telah susah payah berusaha dijebolnya.

“Apa yang harus kita lakukan?”

“Aku akan berpura-pura…”

“Kalau saya?”

“Sembunyi saja.”

“Dimana?” Kata-kata kami meluncur cepat nyaris tak bersuara. Kami berusaha berfikir. Agak sulit, karena sedari tadi hanya menggunakan nafsu.

“Mela, kamu tidur ya? Bukain dong,” suara Om Santo seakan detik-detik bom waktu yang siap meledak.

Wajah Tante Mela sedikit cerah.

“Aku ada akal…”

“Gimana?” tanya saya tak sabar.

“Kamu di sini saja dulu. Jangan keluar sebelum kupanggil.”

Tante Mela merendam lagi dirinya dalam bathtub, kemudian keluar. Saya menutup pintu kamar mandi, tidak terlalu rapat agar bisa melihat keadaan.

Saya lihat Tante Mela membawa pakaian saya dan menengelamkannya dalam tumpukan jemurannya. Mengelap lagi sofa dengan dasternya, melemparkan daster itu ke tumpukan jemuran.

Kemudian membuka pintu. Apa yang dilakukannya? Dia sudah gila? Saya bisa mati jika suaminya tahu kami telah berbuat.

Belum sih, tapi hampir menyetubuhi istrinya. Lalu? Adakah mantra untuk menghilang? Saya takut menghadapi kenyataan, saat ini, di tempat ini, dalam keadaan ini, dengan apa yang telah saya lakukan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *