Cerita Dewasa Terbaru, Disetubuhi Oleh Anak Kecil part 3

Aku… eee… maaf, Bu… aku tidak tahu…” Eki menyeka keringat dingin di dahinya.

“Memangnya kamu tidak suka anak dalam perutku ini anakmu?” tanyaku.

“Eh… aku suka banget, Bu.. Aku seneng…” Eki benar-benar kalut.

“Ya udah.. kalau benar-benar seneng, sini kamu rasakan gerakannya,” kataku manja sambil mengelus perutku. porno

“Boleh, Bu, aku pegang?” tanyanya khawatir.

“Ya, sini, kamu rasakan aja. Biar kalian dekat,” perutku terlihat sangat membuncit karena baju muslim yang kupakai hampir tidak muat menyembunyikan bengkaknya.

Eki bergeser dan duduk di sebelahku. Matanya menunduk melihat ke perutku. Takut-takut tangannya menuju ke perutku. Dengan tenang kupegang tangan itu dan kudaratkan ke bukit di perutku. Sebenarnya aku berbohong, karena umur begitu gerakan bayi belum terasa, tapi Eki mana tahu. Dengan hati-hati dia meletakkan telapaknya di perutku.

“Maaf ya, bu,” ijinnya.

Aku membiarkan telapaknya menempel ketat di perutku. Dia diam seolah-olah mencoba mendengar apa yang ada di dalam rahimku. Aku merasa senang sekali karena biar bagaimanapun anak ingusan ini adalah bapak dari anak dalam kandunganku ini.

“Kamu suka punya anak, Ndun?” tanyaku.

“Aku suka sekali, Bu, punya anak dari Ibu. Ohh.. Bu, maafkan saya ya, Bu,” jawab Eki hampir tak kedengaran.

Tangannya gemetar di atas perutku. Eki terlihat sangat kebingungan, tak tahu harus berbuat apa.

Aku juga ikut bingung, dengan perasaan campur aduk. Antara bahagia, bingung, geli, dan macam-macam rasa gak jelas.

Tiba-tiba dadaku berdebar-debar menatap anak muda itu. Anak itu sendiri masih takut-takut melihat mukaku. Kami berdua tiba-tiba terdiam tanpa tahu harus melakukan apa. Tangan Eki terdiam di atas perutku.

“Ndun, gimana perasaanmu lihat ibu-ibu yang lagi bengkak-bengkak kayak aku?” tanyaku memecah kesunyian.

“Saya suka sekali, Bu..” jawabnya.

“Kenapa?”

“Ibu jadi makin cantik.” jawabnya dengan muka memerah.

“Ihh.. cantik dari mana? Aku khan udah tua, dan lagian sekarang badanku kayak gini..” jawabku.

Eki mengangkat wajahnya pelan dan menatapku malu-malu.

“Gak kok, Ibu tetep cantik banget…” jawabnya lirih. Tangannya mulai mengelus-elus perutku lagi. Aku merasa geli, yang tiba-tiba jadi sedikit horny. Apalagi tadi malam Mas Prasetyo belum sempat menyetubuhiku.

“Kok waktu itu kamu tegang ngintip aku sama Mas Prasetyo?” tanyaku manja. Mukaku memerah. Aku benar-benar bernafsu.

Aneh juga, anak kecil ini pun sekarang membuatku pengen disetubuhi. Apa yang salah dengan diriku?

“Aku nafsu lihat badan Ibu…” kali ini Eki menatap wajahku. Mukanya merah. Jelas dia bernafsu. Aku tahu banget muka laki-laki yang nafsu lihat aku.

“Kalau sekarang, masa masih nafsu juga? Aku khan sudah membukit kayak gini..”

Eki blingsatan.

“Sekarang masih iya..” jawabnya sambil membetulkan celana.

“Idiiih…. mana, coba lihat?” godaku.

Eki makin berani. Tangannya gemetar membuka celananya. Dari dalam celananya tersembul keluar sebatang kontol jauh lebih kecil dari punya suamiku. Yang jelas, kontol itu sudah sangat tegang.

“Wah, kok sudah tegang banget. Pengen nengok anakmu ya?” godaku.

Eki sudah menurunkan semua celananya. Tapi dia tidak tahu harus melakukan apa. Lucu lihat batang kecil itu tegak menantang. Aku sudah sangat horny. Tempikku sudah mulai basah. Tak tahu kenapa bisa senafsu itu dekat dengan anak SMP ini. Dengan gemes aku pegang kontol Eki.

“Mau dimasukin lagi?” tanyaku gemetaran.

“Iya, bu.. mau banget!”

Tanpa menunggu lagi aku menaikkan baju panjangku dan mengangkangkan kakiku. Segera tempikku terpampang jelas di depan Eki. Rambut hitam tempikku serasa sangat kontras dengan kulit putihku. Segera kubimbing kontol anak itu ke dalam lobang tempikku. Eki mengerang pelan, matanya terbeliak melihat kontolnya pelan-pelan masuk ditelan oleh tempikku.

“Ohhhh…. Buuu…” desisnya.

Bless!! Segera kontol itu masuk seluruhnya ke dalam lobang tempikku. Aku sendiri merasakan kenikmatan yang aneh. Entah kenapa, aku sangat ingin mengisi lobangku dengan batang kecil itu.

“Diemin dulu di dalam sebentar, biar kamu gak cepat keluar,” perintahku.

“I-iya, Bu..” erangnya. Eki mendongakkan kepalanya menahan kenikmatan yang luar biasa baginya. Sengaja pelan-pelan

kuremas kontol itu dengan vaginaku, sambil kulihat reaksinya.

“Ohhh…” Eki mengerang sambil mendongak ke atas.

Kubiarkan dia merasakan sensasi itu. Pelan-pelan tanganku meremas pantatnya. Eki menunduk menatap wajahku di bawahnya. Pelan-pelan dia mulai bisa mengendalikan diri. Tampak nafasnya mulai agak teratur. Kupegang leher anak itu dan kuturunkan mukanya. Muka kami semakin berdekatan. Bibirku lalu mencium bibirnya.

“Hssh..” kami berdua melenguh, lalu saling mengulum dan bermain lidah.

Tangannya meremas dadaku. Aku merasakan kenikmatan yang tiada tara. Segera kuangkat sedikit pantatku untuk merasakan seluruh batang itu semakin ambles ke dalam tempikku.

“Ndun, ayo gerakin maju mundur pelan-pelan..” perintahku.

Eki mulai memaju-mundurkan pantatnya. Kontolnya walaupun kecil, kalau sudah keras ternyata begitu nikmat sekali di dalam tempikku. Aku mengerang-erang sekarang. Tempikku sudah basah sekali. Banjir mengalir sampai ke pantatku, bahkan mengenai sofa ruang tamu. Aku mengarahkan tangan Eki untuk meremas-remas payudaraku lagi. Dengan hati-hati dia berusaha tidak mengenai perutku karena takut akan menyakiti kandunganku.

Ohhh… aku sudah sangat bernafsu!

Sekitar 15 menit Eki memaju-mundurkan pantatnya. Aku tidak mengira dia sekarang sekuat itu. Mungkin dulu dia panik dan belum terbiasa. Aku tiba-tiba merasakan orgasme yang luar biasa.

“Ohhhh…” teriakku. Tubuhku melengkung ke atas. Eki terdiam dengan tetap menancapkan kontolnya dalam lobangku. “Aku sampai, Ndunnnn…” kataku terengah-engah. Sambil tetap membiarkan kontolnya di dalam tempikku, aku memeluk

pria kecil itu. Badannya penuh keringat. Kami terdiam selama berepa menit sambil berpelukan. Kontol Eki masih keras dan tegang di dalam tempikku.

“Ndun, pindah ke kamar yuk,” ajakku.

Eki mengangguk. Dicabutnya penisnya dan berdiri di depanku. Aku ikut berdiri gemetar karena dampak dari orgasme yang menggebu-gebu barusan. Kemudian aku membimbing tangan anak itu, membawanya ke kamarku.

Di dalam, aku meminta dia melepaskan bajuku karena agak repot melepas baju muslim panjang ini. Di depan pemuda itu aku kini telanjang bulat. Eki juga melepas bajunya. Sekarang kami berdua telanjang dan saling berpelukan. Aku lihat kontolnya masih tegak mengacung ke atas. Aku rebahkan pemuda itu di kasur, lalu aku naik ke atas dan kembali memasukkan kontolnya ke tempikku. Kali ini aku yang menggenjotnya maju mundur. Tangan Eki meremas-remas susuku.

Ohh, nikmat sekali.

Kontol kecil itu benar-benar hebat. Dia berdiri tegak terus tanpa mengendor sedikit pun. Aku sengaja memutar-mutar pantatku supaya kontol itu cepat muncrat. Tapi tetap saja posisinya sama. Aku kembali orgasme, bahkan sampai dua kali lagi.

Orgasme ketiga aku sudah didera kelelahan yang luar biasa. Aku peluk pemuda itu dan kupegang kontolnya yang masih tegak mengacung. Kami berpelukan di tengah ranjang yang biasa kupakai bercinta dengan suamiku.

“Aduuuh, Ndun.. kamu kuat juga ya. Kamu masih belum keluar ya?”

“Gak papa, Bu…” jawabnya pelan.

Tiba-tiba aku punya ide untuk membantu Eki. Kuraih batang kecil itu dan kembali kumasukkan dalam tempikku. Kali ini kami saling berpelukan sambil berbaring bersisian.

“Ndun, Ibu udah lelah banget. Batangmu dibiarin aja ya di dalam, sampai kamu keluar…” bisikku. porno

Eki mengangguk. Kami kembali berpelukan bagai sepasang kekasih. Tempikku berkedut-kedut menerima batang itu. Kubiarkan banjir mengalir membasahi tempikku, Eki juga membiarkan kontolnya tersimpan rapi dalam tempikku. Karena kelelahan, aku tertidur dengan sebatang kontol ada di dalam tempikku.

Gak tahu berapa jam aku tertidur dengan kontol Eki masih tertanam dalam-dalam, ketika jam 1 malam tiba-tiba hapeku menerima sms. Aku terbangun dan melihat Eki masih menatap wajahku sambil membiarkan kontolnya diam dalam lobangku.

“Aduh, Ndun. Kamu belum bisa bobok? Aduuuh, soriiii ya…” kataku sambil meremas kontolnya dengan tempikku.

NONTON FILM BOKEP: PORNHUB

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *