Cerita Sex Francesca Dan Andrea

Namaku Lukman, umurku 30 tahun. Saya belum menikah alias masih lajang. Pendidikanku hanya tamat SMP negeri di desaku di kawasan Puncak, Bogor. Itu pun sudah 2 kali tidak naik kelas. Saya tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, pernah jadi satpam di sebuah villa, tetapi sudah berhenti, karena pekerjaannya yang tidak jelas. Pekerjaan sebagai satpam, menurut saya tidak ada tantangannya, setiap hari hanya jaga terus. Dan gajinya juga tidak seberapa, hanya Rp 250.000,00. Setelah tidak lagi menjadi satpam, saya bekerja serabutan. Sex  

Pernah ikut bapak menjual sayur di pasar Cipanas, tetapi tidak saya teruskan. Pernah jadi kuli borongan bangunan, tetapi karena sepi, saya dikeluarkan. Pernah jadi supir angkot sebentar lalu dikeluarkan, karena sering ditilang polisi. Tetapi pekerjaan yang kini saya jalani sesuai dengan hobby saya. Saya senang sekali naik gunung.

Waktu masih SMP, seminggu sekali saya bersama teman-teman mendaki gunung Puteri. Saya sudah hafal sekali akan jalan di daerah itu. Saya mengerti persis mana jalan pintas menuju puncak gunung itu dan mana jalan berkeloknya. Tempat air terjun pun saya mengerti, ada yang letaknya begitu sepi dan menarik, atau yang agak ramai di datangi pengunjung.

Akhirnya, saya bekerja menjadi pemandu di gunung Puteri. Para tamu menggunakan jasa saya untuk menemani mereka mendaki gunung, karena mereka mendengar cerita dari rekan mereka yang pernah ke puncak gunung Puteri dengan saya. Dalam sebulan, saya bisa 4 atau 5 kali mendapat tamu yang minta di antar ke puncak gunung itu. 

Setelah, saya mengantar mereka ke tempat menarik di sekitar gunung itu, mereka selalu memberi upah yang lumayan, apalagi kalau tamunya orang asing atau bule, minimal 100 dollar saya dapatkan dari mereka untuk sekali pendakian. Saya memang tidak pernah memberi tarif, karena di lain pihak, saya juga menikmati perjalanan ini dan saya pun bisa menyalurkan hobby saya.

Biasanya kami mulai start sekitar pukul 01.00 dini hari, sampai di puncaknya sekitar pukul 5 pagi. Di sana kami bisa berhenti dan duduk-duduk untuk menikmati sunrise yang indah. Bermacam ragam tamu yang pernah saya antar, untuk mendaki gunung itu, ada murid-murid SMA, mahasiswa/i, bahkan tamu asing pun sering pula saya antar ke puncak.

Biasanya setelah menikmati sunrise, saya mengajak mereka ke air terjun untuk menikmati dinginnya air itu. Lama perjalanan ke air terjun dari tempat kami menikmati sunrise sekitar 1 jam. Memang agak jauh, tetapi amat menyenangkan. Karena suasana dan udara seperti ini tidak bisa mereka alami di kota besar.

Sekali waktu pada pertengahan Juni 2009, saya mendapat tamu, yakni dua orang wanita bule dari Australia yang meminta saya menemani mereka, namanya Francesca dan Andrea. Meskipun bule, mereka lumayan fasih berbahasa Indonesia.

Bagi mereka, bahasa Indonesia termasuk bahasa yang mudah dipelajari dan itu menjadi salah satu pelajaran ekstrakulikuler sewaktu mereka dahulu di Senior High School (SMA). Dalam rangka mengisi liburan kerja, mereka berencana untuk camping selama 3 hari 2 malam. Keberadaan mereka di Indonesia, khususnya di Jawa Barat ini memang cepat, karena keterbatasan ijin yang mereka dapatkan dari pimpinan di mana mereka bekerja.

Mereka hanya diperbolehkan mengambil libur seminggu oleh pimpinan mereka. Karena mereka menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan, maka mereka menggunakan waktu yang sempit ini sebaik-baiknya untuk menikmati Gunung Puteri. Hari Senin sore sekitar pukul 3, saya sudah menunggu mereka di restoran Simpang Raya. Sex  

Ada sekitar 30 menit saya menunggu mereka, tentu saja dengan sudah mempersiapkan segala keperluan pribadi untuk camping. Sedang asyik merokok saya melihat ada 2 turis perempuan dengan tas ranselnya masing-masing turun dari sebuah mobil carteran. Saya mendekati mereka lalu menyapa dengan bahasa Inggris yang amat pas-pasan dan ala kadarnya, maklum nilai bahasa Inggris saya di raport kalau tidak 3 atau 4

“Francesca and Andrea? You…”

Kemudian mereka menjawab:

“Yes, we are Cesca and Dhea. Are you bapak Lukman?”

Menjawab pertanyaan itu, dalam bahasa Inggris yang ngawur, saya cuma bisa bilang:

“Yes.. I… Lukman. Only call me Lukman, no bapak. Still young. Ok?”

Mereka tersenyum dan tertawa, lalu saya terkejut

“Oh, anda bapak…oh sorry Lukman? Senang berjumpa anda yang meluangkan waktu untuk kami kemping dan mendaki gunung Puteri ini.”

Hah…rupanya mereka mengerti bahasa Indonesia dengan logat bule mereka yang kental. Kami saling berkenalan dan istirahat sebentar di sekitar simpang Raya. Dari perkenalan itu, saya tau mana Francesca, yang dipanggil Cesca. Dan mana Andrea, yang dipanggil Dhea.

Kedua bule ini masih muda, umurnya 24 tahun. Mereka bekerja di tempat yang sama di bagian keuangan sebuah perusahaan bir.

Cesca dan Dhea adalah bule yang cantik dan menarik. Hidung mereka mancung sekali, matanya kebiru-biruan, dan kalau mereka berdiri, saya hanya sepundaknya saja. Kulit mereka tidak seperti kebiasaan kulit orang bule lainnya yang kasar, begitu lembut dan halus kulit mereka yang berwarna putih agak kemerahan. Rambut Cesca agak lebih panjang daripada Dhea, warnanya pirang, sedangkan rambut Dhea agak merah.

Yang menarik juga pada diri mereka adalah payudaranya yang lumayan montok. Karena kaos yang mereka kenakan agak rendah, beberapa kali saya bisa melihat belahan dadanya yang ranum itu. Tampak payudara itu bergerak-gerak di balik kaos yang mereka pakai.

Sebelum beranjak dari tempat itu menuju tempat kemping yang memakan waktu 1,5 jam perjalanan dengan menyewa angkot, kedua cewek bule itu mengajak saya makan. Akhirnya mereka memutuskan untuk makan sate kambing. Kami memesan 3 porsi sate kambing dan makan bersama di tempat itu, bedanya kalau saya memakannya dengan nasi, mereka tanpa nasi. 

Tampak ceria sekali mereka berdua, terkadang mereka bercanda dalam bahasa Inggris, sehingga saya tidak mengerti apa yang mereka perbincangkan. Yang saya lihat, bila Cesca mengambil sate itu dan memasukkannya ke dalam mulut, Dhea menggodanya, seolah mau merebut sate itu. Dan bila Dhea akan menggigit sate itu, maka Cesca akan menahan tangan Dhea, sehingga Dhea agak terhambat memasukkan sate itu ke dalam mulutnya.

Melihat mereka yang sedang bercanda, saya hanya bisa senyum-senyum saja, dan mereka juga ikut tersenyum. Saya yang tidak mengerti akan apa yang menjadi bahan bercanda mereka, sepertinya menangkap kalau mereka sedang bercanda yang jorok alias porno. Mungkin mereka membayangkan, bahwa sate yang mereka pegang dan masukkan ke dalam mulut itu ibarat kemaluan pria.

“Ah dasar bule”, saya hanya bergumam di dalam hati.

Setelah acara makan selesai, Cesca mau mengambil sesuatu dari tas ranselnya, otomatis dia membungkukkan badannya. Pada saat itu, tanpa disengaja, saya melihat gumpalan payudara Cesca yang putih montok itu. Sesaat saja, saya melihat pemandangan itu.

Untungnya Andrea sedang ke wc, sehingga saya dengan leluasa melihat pemandangan indah itu tanpa ragu. Kemudian Cesca mengeluarkan sebungkus rokok dari ranselnya itu. Sebagai ungkapan ramah, saya menyodorkan korek api kepadanya dan setelah rokok itu menyala, kelihatan sekali Cesca menikmati rokok itu.

Setelah Dhea kembali dari WC, ia pun ikut merokok. Rupanya Dhea lah yang membayari makan sore kami itu. Setelah dirasa cukup istirahat, kami akhirnya memutuskan untuk berangkat ke tempat kemping. Sekitar pk 5 sore, kami meninggalkan Simpang Raya menuju tempat kemping yang jaraknya sekitar 1,5 jam perjalanan.

Cuaca sore hari itu cerah, dan tepat pk 6.30 sore, kami sudah tiba di tempat itu. Tempat kemping kami begitu sunyi dan sepi, jauh sekali dari rumah penduduk, hanya ada suara air dan binatang. Tempat ini, sepertinya sudah menjadi tempat khusus bagi saya untuk kemping. Masing-masing pemandu di sini sudah saling mengerti akan tempatnya masing-masing, sehingga tidak main serobot saja.

Di tempat itu kami membuat 2 kemah, 1 kemah kecil yang cukup untuk saya pribadi, dan 1 kemah yang agak besar untuk Cesca dan Dhea. Setelah selesai mendirikan 2 kemah, Cesca dan Dhea hendak mandi di sungai. Letak sungai itu tidak begitu jauh, hanya sekitar 50 m saja. Saya tidak berniat mandi malam itu, karena td sudah mandi di rumah sebelum menjemput mereka.

Sementara mereka mandi, saya mengumpulkan beberapa batang kayu kering yang ada disekitar sana untuk membuat perapian. Hal ini saya lakukan supaya ada kehangatan di tengah udara dingin ini, dan membuat keadaan di sekitar menjadi agak terang.

30 menit kemudian Cesca dan Dhea kembali dari mandinya di sungai, mereka tampak segar. Memang cantik kedua cewek bule ini dan seksi, gumam saya dalam hati. Mereka kini mengenakan hotpans yang memperlihatkan paha mereka yang montok dan mulus. Saya juga menyaksikan di balik kaos yang mereka kenakan, tampak tonjolan sepasang puting payudara mereka, yang kelihatannya tidak dibungkus oleh bra. Sexy sekali mereka malam ini.

Di tempat kemping itu, kami ngobrol untuk rencana kegiatan selanjutnya. Suasana menjadi nyaman dan kami bisa saling berkomunikasi. Saya pun bilang kepada mereka, bahwa mereka adalah turis yang paling cantik yang pernah saya temani, dan juga mengatakan bahwa mereka sexy sekali. Mendengar pengakuan saya, mereka tertawa penuh bangga dan berterima kasih atas pujian itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *