Pesta Seks Dengan 3 Gadis Dusun PART 2

Tekan-tekan lagi, BAng.” pintanya.

Aku juga sudah pingin merasakan gesekan kemaluannyai. Sambil saling berpagut erat aku mengayunkan lagi pantatku di atas rengakahan pahanya yang montok itu. Dia pun semakin menggepitk-gepitkan kakinya.

Sekarang kami konsentrasi ke setiap gesekan, setiap lipatan, setiap senti dari liang kemaluan Liani. Malam ini sunguh hanya milik kami berdua. Gesekan-gesekan itu semakin lama semakin berirama. Sementara Liani melakukan aksi yang menambah kenikmatan, ia menggepit… lalu menahan. Gepit tahan gepit tahan…. Oh tak terlukiskan enaknya bercinta dengan gadis ini. Seks 

Gesekan itu semakin intens kami lakukan. Sampai-sampai kami tak sadar kalau hujan sudah berhenti. Malam di luar terasa hening…. Tapi di atas dipan yang berbunyi kriak-kriuk ini dua tubuh saling memompa berpacu mengejar waktu. Takut kalau Cenit dan Rinay keburu pulang.

Aku pun mempercepat ayunanku… sehingga di malam yang menjadi sunyi ini terdengar jelas suara penisku yang keluar masuk ke kemaluan Liani. Beradu rsa dalam limpahan cairan kemaluan Liani..

‘Crekk.. Crekk.. Crekkk. Crek…Crekkk.. Crrek….

Kejantananku naik turun menggesek lipatan-lipatan dinding kemaluan gadis itu. Bunyinya terdengar jelas sekali di telinga kami berdua. Sesekali kutekan akan kuat, gadis itu membiarkan dan menerima tekanan itu, menggeolkan pantatnya berkali-kali agar kelentitnya lebih tersentuh pangkal atas kemaluanku yang keras.

“Tekan terus, Bang.. aihh…”

Aku menekan lagi sambil menggerakkan pantat ke kiri dan ke kanan. Mungkin dia merasa gatal dan ingin gatal itu digaRinay sampai tuntas…. PenggaRinaynya adalah batang kemaluanku yang dia cengkram dan dia benamkan sedalam-dalamnya.

“Ohhh..ohhhhhhhhh,” lolong gadis itu melepas nikmat. Seluruh liang senggamanya berkedut-kedut dan sembari menggepit kuat. Tubuh Liani menggelinjang dan menegang menahan rasa enak ketika ia mengeluarkan air mani kewanitanya.

“Eughhh…hhhhh… euuughhhhh….. ahhhhh… ” rintihnya sambil menyurupkan wajahnya ke leherku, lehernya nafasnya menderu, air liur berceceran dari bibirnya yang merah.

Saat itulah aku pun bersiap hendak keluar dan menyemburkan kenikmatan di kemaluanku. Tapi sesuatu menyebabkan aku berhenti …Masih dalam keadaan bersetubuh dengan Liani… ada sekelebat bayangan melintas. Aku memandang dengan ujung mataku, di lantai tampak ada dua bayangan seperti diam terpaku. Aku pun terkejut … bayangan siapa itu?

Perlahan kulihat wajah Liani yang matanya masih setengah terpejam. Kemudian matanya perlahan terbuka… Dia pun melihat bayangan itu dan menatap langsung ke ruang tengah. Samar-samar di bola matanya yang hitam itu kulihat dua sosok berdiri menatap ke arah kami.

Itu bayangan Cenit dan Rinay! Rinayanya sudah beberapa menit tadi mereka berdiri di sana, menatap kami yang sedang asyik memagut cinta. Apakah mereka tadi mendengar juga.. bunyi crek…crekk.crekk.. alat kelamin kami yang sedang berkelindan? Entahlah, aku tak berani membayangkan hal itu.

Anehnya, meski pun Liani sudah tahu kehadiran mereka, dia diam saja. Tidak memberi tanda bahwa kekasihku dan temannya sudah pulang. Bahkan seolah membiarkan mereka menonton kami yang sedang beradegan mesra di atas ranjang.

Terdengar bunyi deheman kecil, dehem khas suara perempuan. Seolah memaklumi kami yang masih dalam posisi senggama ini. hmmm… aku tahu itu suara Cenit, aku bisa membedakannya.

Sedetik dua detik aku tak tahu apa yang harus kuperbuat, kemudian Liani melakukan sersuatu yang tidak kuduga. Dia seperti melambaikan tangan dari balik punggungku. Menyuruh kedua ‘adik’ kostnya itu masuk ke kamar…

“Teruskanlah, Bang. Nggak apa-apa, kok….” Bisiknya di telingaku. “Ngapain malu.. kita kan sedang enak, kamu enak aku enak…. Mereka juga pasti maklum….”

Oh, ya? Bercinta dengan orang yang bukan pacar, dan dilihat oleh mereka pula? Apa pula ini?Exibit kah ini? Ya, sudah! Aku gak sempat memikirkan sejauh itu. Kalau bagi Liani tidak apa-apa, dan Cenit serta Rinay pun justru menikmati pemandangan ini…. kuteruskan saja.

Perlahan dua gadis itu berlalu, seperti tak terjadi apa-apa, kecuali tawa kecil Rinay yang terdengar. Aku memandangi mereka yang pergi menjauh, tiba-tiba Cenit menoleh ke belakang. Dia menatap mataku langsung, di bibirnya tersungging senyuman yang aneh … di situasi seperti ini… senyum yang tampak nakal. Seks 

Aku tak tahu apa akan terjadi sesudah ini, bagaimana hubunganku dengan Cenit? Bagaimana pula aku akan menemui mereka setelah ‘permainan’ penuh keenakan ini? Tak bisa lagi aku berlagak seperti seorang lelaki yang setia hanya pada satu perempuan. Tapi tampaknya Cenit pun tak keberatan jika aku mengencani kakak kostnya Liani.

Ah. Dunia ini memang aneh… di tempat yang tampaknya biasa-biasa saja ternyata tersimpan bakat-bakat cinta yang terpendam yang menanti untuk dikeluarkan dan dinikmati setiap lelaki semacam aku. Aku tak tahu harus bergembira atau… entahlah!

Aku meneruskan permainanku dengan Liani. Gadis itu sudah sampai ke puncak syahwatnya… kini giliran aku. Perlahan-lahan aku mulai memompa lagi … kemaluanku naik turun menggesek kemaluan Liani yang basah itu. Bunyi crek.. crek.. crek.. creeeek… terdengar ke segenap ruangan.

Aku agak termangu mendengar suara itu… tidakkah akan sampai ke telinga mereka berdua yang sekarang sudah ada di kamarnya?

“Terusin aja, Bang….. Kalo enak ngapain juga di berhentiin” bisik Liani seolah hendak menghapus keraguanku. Maka aku pun meneruskan lagi, kali ini dengan irama yang lebih cepat dan… tak lama kemudian creett…cretttt… sambil menekan aku keluarkan air maniku di dalam kemaluan Liani yang mencengkram erat itu. Oh nikmatnya.

Beberapa menit telah berlalu. Sesudah menghapus keringat di dadaku Liani mengenakan pakaiannya. Kemudian sambil bernyanyi-nyanyi kecil ia merapikan rambutnya yang kusut masai. Wajahnya tampak puas. Sangat puas telah beroleh kenikmatan yang selama ini didambakannya. Seraya membetulkan tali beha dan menyempalkan payudara besarlnya ia berkata.

“Bang, aku masuk dulu ke dalam…. Nanti Cenit kusuruh keluar, ya!”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *