Cerita Seks Sensasi Mesum Ngentot Pacar Di Atas Motor

Baru saja pulang bekerja sambil memacu motorku pelan pelan. Hujan rintik tidak menghentikan jalanku menuju kosan. “Ujan gak berenti-berenti. Masuk angin deh nih…” Gerutuku dalam hati. Tujuanku masih cukup jauh, tapi si kuda besi yang ku tunggangi sudah haus meminta jatah minumnya. Seks 

 

Ku pinggirkan motorku ke pom bensin terdekat sebelum motor kesayanganku ini ngambek dan berhenti di tengah jalan. Hujan sedikit lebih deras dari sebelumnya saat aku sedang mengisi bensin, tapi itu tidak menghentikan langkahku untuk bisa sesegera mungkin sampai rumah. Memang hari ini hari Jumat dan besok aku tidak perlu bangun pagi untuk ke kantor, tapi cuaca dan pekerjaan yang melelahkan hari ini membuatku ingin bergegas menyelimuti diri dan tidur sampai siang hari esok. Selesai membeli bensin, kembali ku pacu motor bebekku yang sudah cukup berumur.

Saat hendak memasuki jalan utama, sebuah dompet di pinggir jalan mencuri perhatianku. Dompet panjang berwarna hitam dengan keadaan terbuka memperlihatkan isinya yang cukup banyak tergeletak begitu saja tanpa pemilik. Seks 

Langsung saja ku dekati dan ku ambil dompet tersebut. Ku perhatikan sekitar, tampak sepi tak ada orang yang sedang berjalan, atau orang yang terlihat sedang bingung mencari sesuatu. Ku lihat isinya, uangnya masih ada dan kartu-karu seperti ATM dan lainnya cukup banyak. Tanpa pikir panjang,

segera ku ambil tersebut. Ku berniat mencari tempat lain untuk melihat identitas si pemilik dan berniat mengembalikannya.
Tidak jauh dari situ ada warung kopi yang cukup sepi. Segera saja ku sambangi warkop tersebut. Pesan kopi segelas, ku pilih tempat dibelakang yang tidak terlihat orang.

Meski aku menemukan dompet tersebut dan berniat mengembalikannya, tetap saja aku khawatir terlihat seperti orang yang baru saja mencopet.
Ku buka dompet tersebut, ku cari KTP tanpa memedulikan uang pecahan seratus ribuan cukup banyak yang ada di dalamnya.
Begitu aku menemukan KTPnya, ku perhatikan dengan seksama wajah dan identitas si pemilik. Sinta, wajahnya terlihat manis dengan rambut hitam panjang. Usianya ternyata lebih muda 2 tahun dariku, dan alamatnya tidak jauh dari tempat ku berada. Aku tahu persis jalan tempat tinggalnya tersebut. Setelah menyerap informasi yang cukup, aku pun menghabiskan kopi dan membayar lantas kembali menaiki sepeda motorku. Aku segera menuju rumah si empunya dompet tersebut untuk mengembalikannya.

 

“Duh sial banget sih nih cewek, pasti pusing banget keilangan dompet.” Gumamku dalam hati. Aku pernah mengalami hal serupa seperti ini dan tau seperti apa pusingnya. Harus mengurus KTP, ATM, belum lagi SIM dan STNK, selain memakan biaya, juga memakan tenaga dan waktu, bukan hanya perkara uang yang ada di dalam dompetnya saja.

Tidak sampai 15 menit, aku sudah tiba di jalan yang tertera di KTP. Aku memang tahu jalannya, namun tidak tahu rumahnya. Alhasil aku harus tetap mencari rumahnya. Cukup sulit karena daerah tersebut bukan perumahan, sehingga mencari nomer rumahnya menjadi tidak semudah yang dibayangkan.
Aku pun bertanya dengan pemilik warung rokok di pinggir jalan yang masih buka.
“Pak, maaf mau tumpang tanya. Tau alamat sama pemiliki KTP ini pak?” Tanyaku sambil menunjukan KTP.
“Ohhh, ini Neng Sinta, Mas. Itu rumahnya yang itu tuh. Yang pager warna ijo. Tuh liat gak?” Si pemilik warung menunjukan tangannya ke arah rumah yang letaknya tidak jauh dari warung tersebut.
Aku pun mengangguk.

“Makasih ya, Pak…” Jawabku.
Ku datangi rumah tersebut. Rumahnya besar sekali, pagar hijaunya yang tinggi menghalangi pandangan untuk melihat ke dalam rumahnya. Tanpa menunggu lama karena hujan yang semakin deras, ku tekan saja tombol bell yang ada di depan dan berharap ada orang di rumah.
Bell ku tekan tiga kali, tidak juga ada jawaban. Aku hampir putus asa dan berniat menitipkan dompet ke warung tadi, meski khawatir uang yang ada di dalamnya akan diambil si pemilik warung.
“Yaudahlah, yang penting niatnya sudah baik…” Pikir ku dalam hati.

Baru saja aku menaiki motor ku kembali, tiba-tiba pintu pagar terbuka. Seorang wanita keluar, dengan pakaian putih ketat, celana pendek berwarna krem dan sendal jepit sambil memegangi payung.“Cari siapa, Mas?” Tanya wanita tersebut.
“Hmm, Sintanya ada?” Balasku.
“Iya, saya Sinta. Siapa ya? Ada perlu apa, Mas?”
“Oh mbak yang namanya Sinta? Ini mbak, saya tadi nemuin dompet mbak di deket pom bensin…” Kata ku sambil menyodorkan dompetnya.

Matanya terbelak melihat dompetnya, ia pun langsung histeris. “Ya ampun! Akhirnyaaaaa! Aduhhh, makasih ya masss…” Teriaknya sambil meraih dompet yang aku berikan.
Ia pun segera membuka dan memeriksa isi dompetnya.
“Di cek aja dulu, mbak. Ada yang ilang apa enggak.”
Ia menggeleng, “Enggak ada, Mas. Uangnya masih ada semua…” Jawabnya sambil menutup dompet.
“Mas, masuk dulu yuk. Hujan, Mas….” Tawar Sinta.
“Ah, gak usah mbak. Sudah malam. Saya langsung pulang saja…” Kilahku.

“Hujannya deras, Mas. Baju mas juga basah, lebih baik masuk dulu untuk mengeringkan badan. Anggap saja untuk rasa terima kasih saya…” Pintanya memelas.
Setelah ku pikir-pikir, jalan menuju rumahku masih terbilang jauh. Di rumah pun tidak ada orang tua yang menunggu karena orang tuaku sedang bepergian ke luar kota. javcici.com Aku pun berpikir panjang, dan menyetujui tawarannya.
“Oke deh, Mbak, numpang neduh dulu kalau gitu…” Jawabku,
Aku pun memasukan motorku dan mengikuti Sinta masuk ke dalam rumahnya.

Aku terperangah melihat isi rumahnya. Ruang tamunya saja besar sekali dengan sofa kulit yang terlihat mahal. Aku jadi cukup canggung masuk ke dalamnya.
“Silakan duduk, Mas. Anggap saja rumah sendiri…” Ujar Sinta memersilahkan ku duduk.
“Iya, Mbak..” Jawabku sambil duduk di sofa.
“Sebentar ya, Mas…” Sinta berlalu masuk, sepertinya ia ke kamarnya.

Rumahnya cukup besar, ruang tamunya dipenuhi beberapa hiasan antik. Lukisan pedesaan berukuran cukup besar tergantung di dinding tepat di hadapanku. Di sudut ruangan terdapat guci berukuran besar, dan hiasan lain yang menambah suasana mewah rumah tersebut.

“Ini mas minum dulu…” Aku sedikit kaget karena ternyata Sinta sudah kembali, membawa dua gelas teh hangat dan menyodorkannya kepada ku. “Ini ada handuk, bisa dipakai untuk mengeringkan badan, Mas. Mau aku pinjamkan baju ganti?”
“Wah makasih banyak, mbak. Ga usah, ini aja cukup kok.”
Sinta lalu duduk di samping sofa ku. Aku pun meminum teh hangat yang diberikannya, terasa nikmat menghangatkan tubuhku.
“Makasih banyak ya, Mas sudah ngembaliin dompet. Tadi kayanya jatoh pas aku abis beli bensin. Aku juga gak ngerti kenapa bisa jatoh gituuu…”

“Iya mbak sama-sama, lebih hati-hati aja…” Jawabku kikuk. “Sepi sekali rumahnya, sudah pada tidur ya?” Tanyaku untuk memecah kekakuan. Mungkin obrolan ringan seperti ini bisa membantu.
“Oh, enggak kok. Emang aku tinggal sendiri, Mas. Ini rumah orang tua, tapi orang tua aku pindah ke Inggris. Jadi ya sendiri deh…” Jelasnya.
“Oh gitu, gak punya saudara emangnya? Adek? Atau kakak gitu?”
“Punya adik satu, tapi kuliah di Inggris juga. Kakak ku sudah nikah dan tinggal sama suaminya. Jadi ya tinggal aku deh sendiri hehehe.”

Aku hanya menganggukan kepala tanda kalau aku memahami situasinya.
Ku perhatikan Sinta dengan seksama kali ini. Tubuhnya begitu sintal dengan pakaian ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan sempurna, rambut hitam panjangnya yang dikuncir, tercium harum bersamaan dengan aroma tubuhnya yang begitu memikat. Sesekali ku curi pandang, payudaranya tampak kencang dan menggoda. Pikiranku pun mulai macam-macam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *