Kisah Bokep Menegangkan Gerimis Bersama Tante Mela Part 2

Yang cukup membuat darah saya berdesir agak cepat adalah daster itu. Seakan saya bisa melihat dua titik di dadanya, yang timbul tenggelam ketika kami bercengkrama.

Tangan Tante Mela cukup atraktif. Entah sengaja atau tidak sering menyentuh tangan saya, atau mampir di paha saya. Makin lama duduknya pun semakin dekat. Hingga…

“Adit, mau nonton film nggak? Tante punya film bagus nih”

Wah untunglah. Rumah saya tidak mempunyai vcd player. Tante Mela menyalakan TV lalu memasang film. Bokep 

Dan, astaga ternyata dia benar tidak memakai BH dan celana dalam. Saya bisa melihatnya jelas karena dia cukup lama berdiri menyamping, cahaya TV membuat gaun tidurnya menjadi selaput transparan.

Bentuk payudara beserta putingnya beserta rambut di pangkal paha. Saya lebih ternganga lagi karena film itu blue.

Kembali Tante Mela duduk di samping saya, malahan lebih dekat lagi. Tangannya mengusap-usap lengan saya dengan lembut.

“Filmnya bagus ya?” Bisiknya pelan.

Namun terdengar di telinga saya bagaikan rayuan. Saya tak mampu menjawab karena bibir bawah saya menahan ekstasi yang kuat. Entah apa yang harus saya lakukan kini.

Mata saya tak lepas dari wanita yang merintih di film itu, yang sudah distel suaranya pelan. Tante Mela menggenggam pergelangan tangan saya.

Dan, astaga… dibawanya tangan saya ke payudaranya. Didiktenya tangan ini ke daerah yang tak pernah dirasakan sebelumnya. Begitu pula tangan kiri saya.

Kini masing-masing telapak tangan itu memegang rata masing-masing pasangannya, payudara. Pandangan saya masih ke arah TV. Bokep 

Saya tak berani menatap wajah Tante Mela. Tak pernah saya impikan hal ini terjadi. Sementara di TV desahan si gadis yang menghadapi dua batang penis makin membuat hot suasana.

“Adit, hadap sini dong,” ujarnya manja.

Saya hadapkan wajah saya. Saya lihat tatapan pengharapan di sana.

Wajah Tante Mela cukup cantik, dengan kulit putih dan senyuman manis yang menghiasinya. Saya masih memegang payudara itu, hanya memegang dengan daster yang melapisinya.

Ah, tak terasa daster itu. Hanya payudara besar ini fokus pikiran saya. Tangan saya masih canggung, sementara ada sesuatu yang mulai menggeliat di bawah sana.

Tiba-tiba dia menghentikan saya, dengan cara yang sempurna. Tangannya merengkuh saya dalam pelukan, sementara bibirnya mencium lembut.

 Payudaranya menghimpit dada saya, membuat dada saya berdetak hingga saya merasa bisa mendengarnya.

Ciumannya nikmat, berbeda sekali sekali dengan apa yang ada di TV. Seakan ingin mengaliri dengan hangat jiwanya.

Kami berciuman lama sekali, tak terasa tangan saya ikut mendekapnya makin erat. Saya lepaskan dekapan saya untuk mulai mengontrol diri kembali. Berakhirlah sesi ciuman itu.

“Kenapa Adit? Kamu marah ya?” tanyanya pelan.

Tapi sialan, suara-suara di TV itu kembali mengacaukan saya. Melumpuhkan saya lagi dalam birahi.

“Maafin Tante ya? Tante…” Wajah itu mengeluarkan prana iba untuk dikasihi.

Dia kembali mencium saya, cukup hangat. Namun tak sehangat tadi saya rasa. Saya pun tak mengharap ciuman kasih sayang, karena dari saya juga tinggal nafsu.

Ciuman-ciuman itu pindah ke leher dan telinga. Ah, tak pernah saya bayangkan bahwa daerah ini lebih membuat saya bergidik.

Saya pun menirunya. Kami saling menciumi leher, bahkan Tante Mela sempat mencium keras.

“Aduh, Tante…”

Dia lalu tersenyum dan berdiri. Perlahan dia melepas daster itu, mulai dari tangannya. Satu demi satu tangan daster itu terlepas.

Daster melorot, tertahan sebentar di bulatan payudaranya yang besar. Dia menarik ke bawah lagi daster itu.

Terlihat payudara, tanpa BH. Putih, bulat, besar, dengan puting susu berwarna merah muda. Mulut saya menganga kagum seakan ingin memakannya. Saya menelan ludah.

Diturunkannya lagi. Saya menikmati satu persatu sajian pemandangan itu. Perutnya putih dengan pinggang yang ramping.

Pusarnya menjadi penghias di sana. Daster itu tertahan di pinggangnya. Oh, pantatnya menahan. Saya semakin berdebar, ingin mempercepat proses itu, saya ingin segera melihat kemaluannya.

Diturunkan lagi, dan ah… vagina itu muncul juga. Dihiasi rambut berbentuk segitiga yang tak begitu lebat. Bibir vaginanya merah segar, sedikit basah.

Untuk pertama kalinya saya melihat wanita bugil. Dengan senyumnya, bangga membuat saya terkagum-kagum.

“Sekarang, kamu juga buka ya?” perintahnya manja.

Saya membuka tshirt saya. Tante Mela membuka celana saya, Lepas jins saya, tapi Tante Mela tak segera membukanya.

Dia jongkok lalu menjilati penis saya dari luar celana dalam. Tampak noda basah sperma yang makin ditambah oleh air ludah.

Penis itu makin membesar dalam celana dalam, rasanya tak enak kerena tertahan.

Segera saya buka dan… hup keluarlah batang kemaluan diikuti dua bolanya.

Tante Mela mengecupnya, si penis tampak membesar. Semakin tegaknya penis diikuti dengan jilatan-jilatan lidah.

Uhh, enak sekali.

Kini gantian tangannya yang bekerja. Pertama dirabanya semua bagian penis, lalu mulai mengocoknya.

Setelah kira-kira telah utuh bentuknya, tegak dan besar, dimasukkannya ke dalam mulut. Tante Mela memandang ke atas, wajahnya berseri-seri.

“Terus Tante…”

Lidah Tante Mela menjilat-jilat, kadang menggelitik penis saya. Lalu mulai memaju mundurkan mulutnya, seakan sebuah vagina menyetubuhi penis.

Ini hebat sekali.

Sekitar 15 menit permainan itu berlangsung, hingga…

“Tante, saya mau ke-luar…” kata saya terengah-engah.

Tante Mela malah mempercepat kocokan mulutnya. Saya ikut memegang kepalanya. Dan keluarlah ia.

Saya merasa ada 5 semprotan kencang.

Tante Mela tidak melepasnya, ia menelannya. Bahkan terus mengocok hingga habis spermanya.

Lega rasanya tapi lemas badan saya. Tante Mela berdiri, kemudian kami berciuman lagi.

“Sekarang gantian ya…”

Kini saya menghadapi payudara siap saji. Pertama saya raba-raba dengan kedua tangan saya. Remasan itu saya buat berirama. Lalu saya mulai berkonsentrasi pada puting susu.

Saya tarik-tarik hingga payudaranya terbawa dan saya lepaskan. Hmm, bagaimana rasanya ya?

Saya mulai menjilatinya.

Enak… Jilatan saya pada satu payudara sementara tangan yang lain meremas satunya.

Ketika saya hisap-hisap putingnya, terasa makin mancung, mengeras, dan tebal puting itu.

Saya lakukan pula pada payudara satunya.

Oh, ternyata jika wanita terangsang, yang ereksi adalah puting susunya.

Kira-kira 5 menit saya melakukannya dengan nikmat.

Kemudian jilatan saya turun, hingga vaginanya. Saya coba dengan jilatan-jilatan.

Saya sibakkan lagi rambut kemaluannya agar jilatan lebih sempurna.

Ada seperti daging kecil yang menyembul. Yang saya tahu, itu adalah klitoris. Saya hisap seperti menghisap puting susu, eh Tante Mela merintih.

“Hmm, Adit, jangan dihisap. Geli. Tante nggak kuat”

Dan Tente Mela benar-benar lunglai.

Tubuhnya rebah ke sofa.

Dia terlentang dengan paha mengangkang memperlihatkan vagina terbuka dan payudara yang berputing tegak.

Saya lanjutkan lagi kegiatan ini. Makin lama kemaluannya makin basah. Jilatan dan hisapan saya makin bersemangat, sementara disana Tante meremas-remas payudaranya sendiri menahan geli.

Tiba-tiba pahanya mendekap kepala saya dan, serr… seperti ada aliran lendir dari vaginanya.

Otot liang itu berkontraksi.

Inikah orgasme?

Hebat sekali, dan saya melihatnya dari dekat.

Tak saya sia-siakan lendir yang mengalir, saya hisap dan saya telan.

Rasanya lebih enak dari sperma.

Tubuh Tante Mela yang bergoyang-goyang akhirnya tenang kembali.

Jepitan pahanya mulai melemah namun penis saya mulai ereksi lagi.

Saya cium mesra vaginanya seperti saya mencium bibirnya.

Tante Mela tersenyum.

Bibirnya berkata “Terima kasih” namun tak mengeluarkan suara.

Gambar di film itu merangsang kami. Wanita berpayudara besar terlentang diatas meja kantor.

Diatasnya laki-laki dengan penis panjang dan besar menyetubuhi payudaranya. Tangan si wanita menekan payudaranya sendiri agar merapat, dan penis itu melewati celahnya.

– Saya pikir pasti asyik sekali. Saya menjilati dulu payudara Tante Mela, agar basah dan lengket. Tak lupa dengan hisapan-hisapan di putingnya.

Setelah merasa cukup, saya duduk di muka payudara itu. Tante Mela merapatkan celah payudaranya. Dia tersenyum senang.

Saya mulai dengan pelan memasuki celah payudara, seakan itu adalah liang vagina.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *